Gunakan Waktu dengan Bijaksana

Pada tanggal 14 Maret 2019, roket NASA meluncurkan astronaut Christina Koch menuju Stasiun Antariksa Internasional. Koch baru kembali ke Bumi 328 hari kemudian, dan ini membuatnya tercatat sebagai pemegang rekor penerbangan luar angkasa terlama yang pernah dilakukan seorang wanita. Setiap hari, sebuah layar memantau jadwal astronaut yang hidup sekitar 409 km dari Bumi itu dalam potongan-potongan lima menit. Ada segudang tugas harian yang harus diselesaikan oleh Koch (mulai dari makan hingga melakukan eksperimen) dan sebuah garis merah bergerak pada layar dari jam ke jam untuk menunjukkan apakah ia lebih cepat atau tertinggal dari jadwalnya. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.

Makanan Bagi yang Lapar

Selama bertahun-tahun, kawasan Tanduk Afrika dilanda kekeringan parah yang merusak tanaman, mematikan ternak, dan mengancam nyawa jutaan jiwa. Situasi tersebut lebih tragis bagi mereka yang paling tidak berdaya—seperti para pengungsi yang melarikan diri dari konflik dan penindasan untuk tinggal di Kamp Kahuma di Kenya. Laporan terkini memberitakan tentang seorang ibu muda yang membawa bayinya kepada petugas kamp. Bayi tersebut menderita kekurangan gizi yang parah, sehingga “rambut dan kulitnya . . . kering dan rapuh.” Wajah bayi itu pucat dan ia tidak mau makan. Tubuhnya yang mungil semakin melemah. Untungnya, para ahli gizi bergerak cepat untuk memberikan pertolongan. Meski masih ada kebutuhan yang sangat besar, infrastruktur telah dibangun untuk menjawab berbagai kebutuhan yang mendesak dan menyelamatkan hidup banyak orang.

Hidup Disiplin di dalam Allah

Pada Juni 2016, Ratu Elizabeth merayakan ulang tahunnya yang ke-90. Dalam pawai perayaannya, sang ratu melambai kepada orang banyak dari atas kereta kerajaan, melewati barisan panjang prajurit berjubah merah yang berdiri tegap dalam sikap sempurna. Hari itu cuaca terasa hangat di Inggris, dan para pengawal mengenakan celana wol berwarna gelap, jaket wol yang dikancingkan sampai ke dagu, dan topi bulu beruang berukuran besar. Ketika para pengawal berdiri tegap di bawah terik matahari, salah seorang dari mereka mulai pingsan. Yang luar biasa, ia berhasil mempertahankan kendali tubuhnya dan terjatuh ke depan, dengan tubuh yang masih tegap sementara wajahnya mendarat di kerikil berpasir. Ia tergeletak di sana—masih dalam sikap siap.

Melangkah dengan Gegabah

Lindisfarne, yang juga dikenal sebagai Pulau Suci, adalah sebuah pulau pasang surut di Inggris yang terhubung dengan daratan oleh sebuah jalan sempit. Dua kali sehari, air laut akan menutupi jalan tersebut. Rambu-rambu sudah dibuat untuk memperingatkan para pengunjung tentang bahaya menyeberang saat laut pasang. Meski demikian, banyak wisatawan mengabaikan peringatan tersebut. Akibatnya, mereka sering kali harus duduk di atas kap mobil yang terendam atau berenang ke pondok-pondok yang tinggi agar bisa diselamatkan. Pasang surut air laut sudah dapat diperkirakan, sama seperti waktu matahari terbit. Rambu peringatan juga terdapat di mana-mana, sehingga orang tidak mungkin melewatkannya. Namun, seperti kata seorang penulis, Lindisfarne adalah “tempat orang-orang gegabah mencoba berlomba mengalahkan air pasang.”

Pengakuan yang Membersihkan

Ada seorang pria yang disewa oleh orang-orang yang sudah mendekati ajal mereka. Pria itu dibayar untuk datang ke pemakaman mereka dan mengungkapkan berbagai rahasia yang disimpan rapat-rapat oleh para mendiang saat mereka masih hidup. Pria itu biasanya menyela di tengah pidato eulogi. Ia akan meminta orang-orang yang terkejut dan memprotesnya untuk duduk memperhatikannya. Suatu waktu, ia pernah mengambil waktu untuk menjelaskan bahwa orang yang terbaring di peti mati itu pernah memenangi lotere tetapi merahasiakannya dan selama puluhan tahun berpura-pura menjadi pengusaha sukses. Beberapa kali orang sewaan itu mengakui perselingkuhan mendiang kepada pasangan yang ditinggalkan. Mungkin ada yang bertanya-tanya apakah tindakan tersebut sebuah eksploitasi atau justru dilakukan dengan niat baik, tetapi yang jelas banyak orang ingin mendapatkan pengampunan atas dosa-dosa masa lalunya.

Saatnya Berpesta

Gereja kami dahulu di Virginia biasa melakukan pembaptisan di Sungai Rivanna. Air sungai itu sangat dingin, tetapi sinar matahari dapat membawa kehangatan. Seusai ibadah Minggu, kami berbondong-bondong naik mobil dan karavan untuk berangkat ke taman kota yang selalu padat dengan pengunjung yang bermain Frisbee dan anak-anak yang memenuhi wahana permainan. Kami pun menjadi tontonan banyak orang saat kami berjalan menuju sungai. Sambil berdiri dalam air yang membeku, saya membacakan ayat-ayat Kitab Suci dan membenamkan orang-orang ke dalam air untuk menerima baptisan yang menjadi ekspresi nyata dari kasih Allah. Saat mereka keluar dari air dalam keadaan basah kuyup, sorak-sorai dan tepuk tangan membahana. Setelah para penerima baptisan naik ke tepi sungai, sejumlah sahabat dan anggota keluarga mengerumuni dan memeluk mereka, sehingga semua orang jadi basah kuyup. Kemudian kami semua menyantap kue, minuman, dan makanan ringan. Para pengunjung taman yang melihat kami tidak selalu mengerti apa yang terjadi, tetapi mereka tahu bahwa itu adalah sebuah perayaan.

Allah yang Membebaskan

Sudah 2,5 tahun berlalu sejak Presiden Abraham Lincoln mengumumkan pembebasan para budak dan pihak Selatan yang kalah perang saudara juga sudah menyerah, tetapi negara bagian Texas masih belum juga mengakui pembebasan tersebut. Namun, pada tanggal 19 JUNI 1865, jenderal tentara Utara, Gordon Granger, memasuki kota Galveston, Texas, dan menuntut agar semua budak dibebaskan. Bayangkan betapa terkejut dan bahagianya orang-orang yang diperbudak itu saat kebebasan diumumkan dan semua belenggu mereka dilepaskan.

Padang Belantara yang Rimbun

Seabad yang lalu, hutan rimbun pernah menutupi sekitar 40 persen wilayah Etiopia, tetapi sekarang, tinggal 4 persen yang tersisa. Penebangan hutan yang dilakukan untuk pertanian tetapi tanpa melindungi pepohonan telah menimbulkan krisis ekologi. Mayoritas dari sisa-sisa wilayah yang masih hijau berada di bawah perlindungan gereja. Selama berabad-abad, jemaat-jemaat lokal dari Gereja Ortodoks Etiopia Tewahido telah memelihara oasis-oasis di tengah padang belantara yang tandus. Foto-foto yang diambil dari ketinggian memperlihatkan pulau-pulau rimbun yang dikelilingi pasir berwarna cokelat. Para pemimpin gereja tersebut dengan tegas menyatakan bahwa menjaga keberlangsungan hidup pepohonan hijau itu adalah bagian dari ketaatan mereka kepada Allah sebagai pengelola ciptaan-Nya.

Yesus, Pembawa Damai Sejati

Pada 30 Desember 1862, pecah Perang Saudara di Amerika Serikat. Pihak-pihak yang bertikai—pasukan Persatuan (dari negara-negara bagian utara) dan Konfederasi (negara-negara bagian selatan)—berkemah di masing-masing sisi Sungai Stones, Tennessee, hanya terpisahkan oleh jarak 640 meter. Sambil menghangatkan tubuh di sekitar api unggun, tentara Persatuan mulai memainkan lagu “Yankee Doodle” dengan biola dan harmonika. Sebagai balasan, tentara Konfederasi memainkan lagu “Dixie”. Yang luar biasa, kedua belah pihak bergabung untuk memainkan lagu terakhir, “Home, Sweet Home” bersama-sama. Musik yang dimainkan bersama oleh kedua musuh bebuyutan dalam gelapnya malam itu memancarkan pijar kedamaian yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun, perdamaian dalam melodi tersebut hanya bertahan sesaat. Keesokan paginya, mereka meletakkan alat musik mereka dan mulai mengangkat senjata, sehingga 24.645 tentara gugur di medan perang.